18 kesalahan yang dapat membuat startup gagal
by azis
Paul Graham merupakan
salah satu co-founder Y Combinator, program akselelator startup tahap
awal yang berbasis di Silicon Valley, Amerika Serikat. Program Y
Combinator sendiri dimulai dari tahun 2005, dan hingga sekarang telah
menerima lebih dari 700 startup, beberapa diantaranya seperti 9gag,
Reddit, Dropbox, Airbnb, dan masih banyak lagi. Dengan total nilai
valuasi portofolio mencapai USD 30 miliar (Rp 378 triliun), Y Combinator
bahkan dilaporkan menjadi perusahaan akselerator yang memberikan total
pendanaan paling besar dibandingkan dengan jumlah yang diberikan
akselelator lain apabila digabungkan.
Selain itu Paul Graham juga merupakan seorang blogger. Di dalam blog
pribadinya, ia sering mengulas tentang saran, nasihat, atau tips-tips
bagi startup dari pengalamannya mendirikan sejumlah startup dan menjadi
seorang mentor dan investor di Y Combinator. Salah satu artikel menarik
dari Paul dan yang akan kami bahas kali ini adalah “18 kesalahan yang
akan membunuh startup”:
1. Satu orang founder
Mendirikan startup seorang diri merupakan hal yang sangat sulit.
Walaupun Anda bisa melakukan semua pekerjaan, Anda tetap memerlukan
teman untuk berbagi pendapat, membahas ide-ide gila, atau membuat Anda
gembira di saat terpuruk.
Jadi menurut Paul, dibalik startup yang sukses terdapat tim yang kuat
dan idealnya dalam sebuah startup terdiri dari dua atau tiga orang
founder.
2. Pemilihan lokasi yang kurang tepat
Anda bisa melihat bagaimana industri lain memilih lokasi. Misalnya
industri pertambangan pasti akan memilih daerah yang berpotensi untuk
ditambang, entah itu emas, batu bara, atau bahan pertambangan lainnya.
Hal ini juga harus diterapkan saat Anda mendirikan startup. Alasan
utamanya adalah karena dengan memilih lokasi yang tepat, misalnya
kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, startup Anda akan memiliki
potensi yang lebih besar untuk berkembang.
3. Menghindari kompetitor
Apabila ide startup Anda bagus, pasti akan memiliki kompetitor, dan mau
tidak mau Anda harus menghadapi itu. NNamun, jika Anda menghindari
kompetitor dengan cara mengurangi kualitas atau keuntungan maka hal itu
bisa berujung kegagalan pada startup Anda.
4. Memecahkan masalah yang sama
Jika Anda melihat startup yang sukses, beberapa diantaranya merupakan
“tiruan” dari startup yang sudah ada. Misalnya di Indonesia ada
Tokopedia atau Bukalapak, website e-commerce marketplace dengan model
bisnis costumer to costumer (C2C). Dua website ini mirip dengan eBay,
website e-commerce yang sangat sukses di Amerika Serikat. Hal itu
terjadi karena saat Tokopedia dan Bukalapak didirikan, belum ada pemain
lain yang memecahkan masalah itu di Indonesia. Dan tentu saja, Tokopedia
dan Bukalapak telah berhasil melokalisasi ide bisnis tersebut agar
sesuai dengan kebutuhan pasar tanah air.
Sedangkan apabila Anda ingin meniru startup-startup yang sudah
berkembang dan dikenal di Indonesia seperti Facebook dan Google, hal itu
bisa dibilang sia-sia. Jadi daripada Anda memecahkan masalah yang sama
akan lebih baik mencari masalah lain dan membayangkan bagaimana startup
Anda akan memecahkan masalah tersebut.
5. Tidak beradaptasi
Di tahap awal pendirian startup, Anda pasti mempunyai sebuah misi atau
visi khusus yang ingin diselesaikan. Tapi dalam perjalanan startup Anda,
kemungkinan besar hal itu akan berubah seiring perkembangan startup.
Misalnya awalnya Anda menggunakan model bisnis business to business
(B2B) untuk sebuah produk, dan menemukan bahwa hal itu tidak berhasil.
Maka Anda mungkin harus merubah model bisnis untuk menyelesaikan masalah
yang berbeda, mungkin dengan merubah model bisnis menjadi business to
consumer (B2C).
Banyak startup yang sukses setelah merubah ide awal mereka. Salah satu
kisah dari gagal menjadi sukses adalah Twitter. Startup ini awalnya
merupakan layanan agregator podcast yang kemudian berubah menjadi
website micro blogging.
6. Salah merekrut pegawai khsususnya programer
Memilih programer merupakan salah satu hal penting dalam mendirikan
startup. Tapi memilih programmer yang tepat bukanlah perkara mudah dan
walaupun ada jumlahnya sangat sedikit. Programmer tentunya adalah orang
yang akan membangun platform Anda, dan apabila salah merekrut, Anda akan
ketinggalan jauh dan tersaingi oleh kompetitor.
7. Salah memilih platform
Selain merekrut programmer yang tepat, Anda juga harus memilih platform
yang tepat untuk startup Anda. Memilih platform yang salah bisa
membebani startup Anda atau yang lebih buruk lagi Anda bisa kehilangan
pengguna. Misalnya memilih server untuk website Anda, apabila performa
server lambat tentunya pengguna menjadi enggan mengunjungi website Anda.
Lalu bagaimana memilih platform yang tepat? Paul mengungkapkan caranya
adalah dengan mencari programmer yang tepat dan membiarkan mereka
memilih platform yang tepat.
8. Menunda-nunda peluncuran
Banyak startup yang menunda-nunda peluncuran startup mereka karena
merasa software atau layanan mereka belum siap 100 persen. Beberapa
alasan lain seperti tidak terlalu mengerti akar permasalahan yang akan
dipecahkan, takut menghadapi konsumen dan takut dihakimi, atau terlalu
sibuk mengerjakan hal lain. Semakin lama Anda menunda peluncuran
startup, maka semakin lama Anda akan mendapat jawaban dari permasalahan
tesebut.
9. Merilis produk terlalu dini
Paul mengungkapkan bahwa merilis produk terlalu dini bahkan membunuh
lebih banyak startup yang meluncurkan produk mereka terlalu cepat. Hal
ini akan berdampak pada reputasi startup Anda. Apabila meluncurkan
terlalu dini, kemudian sejumlah orang mencobanya, dan apabila itu tidak
bagus tentunya mereka tidak akan kembali lagi.
Lalu kapan waktu yang tepat untuk meluncurkan startup? Paul memberi
beberapa saran; Pertama adalah membuat perencanaan yang matang. Kedua
adalah mengidentifikasi dua inti permasalahan utama, yaitu apakah
startup yang Anda buat itu bermanfaat dan bisa berkembang menjadi proyek
lain. Ketiga adalah menyelesaikan proyek tersebut secepat mungkin.
10. Tidak memikirkan target pengguna
Apabila Anda membuat sebuah produk untuk orang lain, maka Anda harus
membuat produk tersebut sesuai dengan permintaan pengguna dan disertai
data yang tepat sebagai acuan. Misalnya apabila Anda ingin membuat
sebuah produk khusus anak muda atau pebisnis, Anda harus bicara langsung
untuk mengetahui apa kebutuhan mereka. Sehingga produk yang Anda buat
tepat sasaran.
11. Menggalang dana terlalu sedikit
Sebagian besar startup yang sukses pernah mendapatkan pendanaan. Besar
kecil jumlah dana yang diperoleh akan sangat berdampak pada startup
Anda. Misalnya bila pendanaan yang Anda peroleh terlalu sedikit,
kemungkinan besar startup Anda tidak bisa menyelesaikan proyek.
Jadi saat berhadapan dengan investor, pastikan jumlah dana yang Anda
ajukan cukup untuk menyelesaikan proyek dan membawa startup Anda ke
level yang lebih tinggi. Anda mempunyai kendali antara berapa besar uang
yang dikeluarkan dan apa tahap selanjutnya. Paul menyarankan untuk
mengatur keduanya serendah mungkin: sebisa mungkin untuk tidak
mengeluarkan dana sama sekali, dan tujuan utama Anda adalah membuat
produk prototipe yang setidaknya siap digunakan.
12. Terlalu boros
Memang sulit membedakan apakah sebuah startup menghabiskan terlalu
banyak uang atau mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang kecil. Cara
termudah untuk mengetahui hal ini adalah dengan membandingkan dengan
startup lain. Misalnya apabila mendapat investasi sebesar Rp 500 juta,
dan Anda sudah kehabisan uang sebelum mencapai target, itu berarti Anda
terlalu boros.
Cara terbaik untuk menghabiskan dana adalah merekrut pegawai. Paul
memberikan tiga-tips bagaimana cara merekrut. Pertama, jangan lakukan
itu apabila Anda bisa menghindarinya. Kedua, bayar dengan pembagian
saham daripada gaji, tidak saja untuk menghemat uang, tapi juga untuk
mengetahui mana orang yang benar-benar berkomitmen. Ketiga, rekrut
programmer atau orang yang dapat membantu Anda mendapat pengguna, karena
itu adalah dua hal penting yang perlu Anda lakukan pertama.
13. Menggalang dana terlalu banyak
Saat Anda mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar, hal itu
merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Semakin besar jumlah investasi
yang diperoleh maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mencarinya.
Bahkan terkadang waktu untuk mencari pendanaan lebih lama daripada
waktu yang dihabiskan untuk mengembangkan startup itu sendiri.
Jadi Paul memberi saran kepada founder yang sedang mencari pendanaan
dari investor untuk menerima tawaran pertama yang menurut Anda tepat.
Khususnya apabila Anda mendapat tawaran dari perusahaan terkenal, dengan
nilai valuasi yang masuk akal, dan tanpa peraturan yang berbelit-belit.
Paul menyarankan untuk mengambil kesempatan ini, sehingga waktu tidak
terbuang-buang untuk mencari pendanaan.
14. Manajemen investor yang buruk
Sebagai founder, Anda harus menjaga hubungan dengan investor. Anda tidak
boleh mengabaikannya, karena mereka pastinya memiliki hal-hal yang
berguna untuk Anda. Tapi Anda juga tidak boleh membiarkan investor
menjalankan perusahaan Anda. Karena itu adalah tugas Anda sebagai
founder.
Seberapa keras Anda harus menjalin hubungan dengan investor biasanya
tergantung pada berapa besar pendanaan yang Anda peroleh. Apabila
investor memiliki sebagian besar saham, bisa dibilang investor itu
adalah bos dan memiliki kontrol yang kuat terhadap startup Anda. Tapi
apabila startup Anda berjalan dengan lancar, hal itu bukanlah masalah
dan VC biasanya tidak akan ikut campur.
15. Mengorbankan pelanggan demi profit
Paul menjelaskan bahwa membuat sesuatu yang diinginkan dan diperlukan
pengguna jauh lebih susah dan lebih penting daripada model bisnis —
untuk mendapat uang. Contohnya, Google membuat mesin pencari yang sangat
bermanfaat, setelah itu baru mereka memikirkan bagaimana menghasilkan
uang dari mesin pencari tersebut.
16. Tidak mau susah
Apabila Anda seorang founder yang memiliki latar belakang programmer,
sadarlah tidak semua hal bisa diselesaikan dengan kode-kode. Anda perlu
relasi untuk mengembangkan bisnis. Anda juga perlu bertemu langsung
dengan pengguna Anda untuk mengetahui apa yang mereka inginkan. Pergi
keluar dan bertemu langsung dengan mereka merupakan cara yang tepat
untuk mengetahui hal itu.
17. Konflik antar founder
Konflik antar founder merupakan hal umum yang terjadi, karena satu sama
lain memiliki pendapat yang berbeda. Hal ini terjadi di sejumlah
startup, dan biasanya founder yang kurang berkomitmen akan keluar. Jika
ada tiga founder dan salah satu yang memiliki peran utama keluar, hal
itu merupakan masalah besar. Sedangkan jika ada dua founder dan salah
satunya pergi, atau salah satu yang keahlian teknis keluar, itu
merupakan masalah yang lebih besar lagi.
Perselisihan ini bisa dihindari apabila mereka lebih berhati-hati dalam
memilih co-founder yang akan diajak mendirikan perusahaan. Paul
menyarankan jangan pernah mendirikan startup dengan orang yang tidak
Anda sukai. Memilihnya hanya lantaran memiliki kemampuan yang Anda
perlukan dan tidak ingin mencari yang lain, merupakan kesalahan besar.
Orang-orang itu merupakan bagian penting dari startup Anda, jadi jangan
pernah berkompromi.
18. Usaha setengah-setengah
Ini merupakan salah satu faktor utama kegagalan sebuah startup. Salah
satu cirinya bukanlah orang yang sering membuat kesalahan, tapi orang
yang tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Paul mengungkapkan secara statistik, jika ingin menghindari kegagalan,
hal utama yang perlu dilakukan adalah meninggalkan pekerjaan utama dan
fokus terhadap startup Anda. Sebagian startup gagal karena foundernya
tidak meninggalkan pekerjaan utama mereka, dan kebanyakan startup yang
sukses karena sang founder melakukannya.
Untuk lebih singkat Anda juga dapat melihat dan memahami 18 kesalahan di
atas dalam sebuah infografis yang dibuat oleh Funder and Founder,
sebuah perusahaan pembuat infografis.
Repost From http://id.techinasia.com/paul-graham-18-kesalahan-yang-dapat-membuat-startup-gagal-infografis/
salah satu co-founder Y Combinator, program akselelator startup tahap
awal yang berbasis di Silicon Valley, Amerika Serikat. Program Y
Combinator sendiri dimulai dari tahun 2005, dan hingga sekarang telah
menerima lebih dari 700 startup, beberapa diantaranya seperti 9gag,
Reddit, Dropbox, Airbnb, dan masih banyak lagi. Dengan total nilai
valuasi portofolio mencapai USD 30 miliar (Rp 378 triliun), Y Combinator
bahkan dilaporkan menjadi perusahaan akselerator yang memberikan total
pendanaan paling besar dibandingkan dengan jumlah yang diberikan
akselelator lain apabila digabungkan.
Selain itu Paul Graham juga merupakan seorang blogger. Di dalam blog
pribadinya, ia sering mengulas tentang saran, nasihat, atau tips-tips
bagi startup dari pengalamannya mendirikan sejumlah startup dan menjadi
seorang mentor dan investor di Y Combinator. Salah satu artikel menarik
dari Paul dan yang akan kami bahas kali ini adalah “18 kesalahan yang
akan membunuh startup”:
1. Satu orang founder
Mendirikan startup seorang diri merupakan hal yang sangat sulit.
Walaupun Anda bisa melakukan semua pekerjaan, Anda tetap memerlukan
teman untuk berbagi pendapat, membahas ide-ide gila, atau membuat Anda
gembira di saat terpuruk.
Jadi menurut Paul, dibalik startup yang sukses terdapat tim yang kuat
dan idealnya dalam sebuah startup terdiri dari dua atau tiga orang
founder.
2. Pemilihan lokasi yang kurang tepat
Anda bisa melihat bagaimana industri lain memilih lokasi. Misalnya
industri pertambangan pasti akan memilih daerah yang berpotensi untuk
ditambang, entah itu emas, batu bara, atau bahan pertambangan lainnya.
Hal ini juga harus diterapkan saat Anda mendirikan startup. Alasan
utamanya adalah karena dengan memilih lokasi yang tepat, misalnya
kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, startup Anda akan memiliki
potensi yang lebih besar untuk berkembang.
3. Menghindari kompetitor
Apabila ide startup Anda bagus, pasti akan memiliki kompetitor, dan mau
tidak mau Anda harus menghadapi itu. NNamun, jika Anda menghindari
kompetitor dengan cara mengurangi kualitas atau keuntungan maka hal itu
bisa berujung kegagalan pada startup Anda.
4. Memecahkan masalah yang sama
Jika Anda melihat startup yang sukses, beberapa diantaranya merupakan
“tiruan” dari startup yang sudah ada. Misalnya di Indonesia ada
Tokopedia atau Bukalapak, website e-commerce marketplace dengan model
bisnis costumer to costumer (C2C). Dua website ini mirip dengan eBay,
website e-commerce yang sangat sukses di Amerika Serikat. Hal itu
terjadi karena saat Tokopedia dan Bukalapak didirikan, belum ada pemain
lain yang memecahkan masalah itu di Indonesia. Dan tentu saja, Tokopedia
dan Bukalapak telah berhasil melokalisasi ide bisnis tersebut agar
sesuai dengan kebutuhan pasar tanah air.
Sedangkan apabila Anda ingin meniru startup-startup yang sudah
berkembang dan dikenal di Indonesia seperti Facebook dan Google, hal itu
bisa dibilang sia-sia. Jadi daripada Anda memecahkan masalah yang sama
akan lebih baik mencari masalah lain dan membayangkan bagaimana startup
Anda akan memecahkan masalah tersebut.
5. Tidak beradaptasi
Di tahap awal pendirian startup, Anda pasti mempunyai sebuah misi atau
visi khusus yang ingin diselesaikan. Tapi dalam perjalanan startup Anda,
kemungkinan besar hal itu akan berubah seiring perkembangan startup.
Misalnya awalnya Anda menggunakan model bisnis business to business
(B2B) untuk sebuah produk, dan menemukan bahwa hal itu tidak berhasil.
Maka Anda mungkin harus merubah model bisnis untuk menyelesaikan masalah
yang berbeda, mungkin dengan merubah model bisnis menjadi business to
consumer (B2C).
Banyak startup yang sukses setelah merubah ide awal mereka. Salah satu
kisah dari gagal menjadi sukses adalah Twitter. Startup ini awalnya
merupakan layanan agregator podcast yang kemudian berubah menjadi
website micro blogging.
6. Salah merekrut pegawai khsususnya programer
Memilih programer merupakan salah satu hal penting dalam mendirikan
startup. Tapi memilih programmer yang tepat bukanlah perkara mudah dan
walaupun ada jumlahnya sangat sedikit. Programmer tentunya adalah orang
yang akan membangun platform Anda, dan apabila salah merekrut, Anda akan
ketinggalan jauh dan tersaingi oleh kompetitor.
7. Salah memilih platform
Selain merekrut programmer yang tepat, Anda juga harus memilih platform
yang tepat untuk startup Anda. Memilih platform yang salah bisa
membebani startup Anda atau yang lebih buruk lagi Anda bisa kehilangan
pengguna. Misalnya memilih server untuk website Anda, apabila performa
server lambat tentunya pengguna menjadi enggan mengunjungi website Anda.
Lalu bagaimana memilih platform yang tepat? Paul mengungkapkan caranya
adalah dengan mencari programmer yang tepat dan membiarkan mereka
memilih platform yang tepat.
8. Menunda-nunda peluncuran
Banyak startup yang menunda-nunda peluncuran startup mereka karena
merasa software atau layanan mereka belum siap 100 persen. Beberapa
alasan lain seperti tidak terlalu mengerti akar permasalahan yang akan
dipecahkan, takut menghadapi konsumen dan takut dihakimi, atau terlalu
sibuk mengerjakan hal lain. Semakin lama Anda menunda peluncuran
startup, maka semakin lama Anda akan mendapat jawaban dari permasalahan
tesebut.
9. Merilis produk terlalu dini
Paul mengungkapkan bahwa merilis produk terlalu dini bahkan membunuh
lebih banyak startup yang meluncurkan produk mereka terlalu cepat. Hal
ini akan berdampak pada reputasi startup Anda. Apabila meluncurkan
terlalu dini, kemudian sejumlah orang mencobanya, dan apabila itu tidak
bagus tentunya mereka tidak akan kembali lagi.
Lalu kapan waktu yang tepat untuk meluncurkan startup? Paul memberi
beberapa saran; Pertama adalah membuat perencanaan yang matang. Kedua
adalah mengidentifikasi dua inti permasalahan utama, yaitu apakah
startup yang Anda buat itu bermanfaat dan bisa berkembang menjadi proyek
lain. Ketiga adalah menyelesaikan proyek tersebut secepat mungkin.
10. Tidak memikirkan target pengguna
Apabila Anda membuat sebuah produk untuk orang lain, maka Anda harus
membuat produk tersebut sesuai dengan permintaan pengguna dan disertai
data yang tepat sebagai acuan. Misalnya apabila Anda ingin membuat
sebuah produk khusus anak muda atau pebisnis, Anda harus bicara langsung
untuk mengetahui apa kebutuhan mereka. Sehingga produk yang Anda buat
tepat sasaran.
11. Menggalang dana terlalu sedikit
Sebagian besar startup yang sukses pernah mendapatkan pendanaan. Besar
kecil jumlah dana yang diperoleh akan sangat berdampak pada startup
Anda. Misalnya bila pendanaan yang Anda peroleh terlalu sedikit,
kemungkinan besar startup Anda tidak bisa menyelesaikan proyek.
Jadi saat berhadapan dengan investor, pastikan jumlah dana yang Anda
ajukan cukup untuk menyelesaikan proyek dan membawa startup Anda ke
level yang lebih tinggi. Anda mempunyai kendali antara berapa besar uang
yang dikeluarkan dan apa tahap selanjutnya. Paul menyarankan untuk
mengatur keduanya serendah mungkin: sebisa mungkin untuk tidak
mengeluarkan dana sama sekali, dan tujuan utama Anda adalah membuat
produk prototipe yang setidaknya siap digunakan.
12. Terlalu boros
Memang sulit membedakan apakah sebuah startup menghabiskan terlalu
banyak uang atau mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang kecil. Cara
termudah untuk mengetahui hal ini adalah dengan membandingkan dengan
startup lain. Misalnya apabila mendapat investasi sebesar Rp 500 juta,
dan Anda sudah kehabisan uang sebelum mencapai target, itu berarti Anda
terlalu boros.
Cara terbaik untuk menghabiskan dana adalah merekrut pegawai. Paul
memberikan tiga-tips bagaimana cara merekrut. Pertama, jangan lakukan
itu apabila Anda bisa menghindarinya. Kedua, bayar dengan pembagian
saham daripada gaji, tidak saja untuk menghemat uang, tapi juga untuk
mengetahui mana orang yang benar-benar berkomitmen. Ketiga, rekrut
programmer atau orang yang dapat membantu Anda mendapat pengguna, karena
itu adalah dua hal penting yang perlu Anda lakukan pertama.
13. Menggalang dana terlalu banyak
Saat Anda mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar, hal itu
merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Semakin besar jumlah investasi
yang diperoleh maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mencarinya.
Bahkan terkadang waktu untuk mencari pendanaan lebih lama daripada
waktu yang dihabiskan untuk mengembangkan startup itu sendiri.
Jadi Paul memberi saran kepada founder yang sedang mencari pendanaan
dari investor untuk menerima tawaran pertama yang menurut Anda tepat.
Khususnya apabila Anda mendapat tawaran dari perusahaan terkenal, dengan
nilai valuasi yang masuk akal, dan tanpa peraturan yang berbelit-belit.
Paul menyarankan untuk mengambil kesempatan ini, sehingga waktu tidak
terbuang-buang untuk mencari pendanaan.
14. Manajemen investor yang buruk
Sebagai founder, Anda harus menjaga hubungan dengan investor. Anda tidak
boleh mengabaikannya, karena mereka pastinya memiliki hal-hal yang
berguna untuk Anda. Tapi Anda juga tidak boleh membiarkan investor
menjalankan perusahaan Anda. Karena itu adalah tugas Anda sebagai
founder.
Seberapa keras Anda harus menjalin hubungan dengan investor biasanya
tergantung pada berapa besar pendanaan yang Anda peroleh. Apabila
investor memiliki sebagian besar saham, bisa dibilang investor itu
adalah bos dan memiliki kontrol yang kuat terhadap startup Anda. Tapi
apabila startup Anda berjalan dengan lancar, hal itu bukanlah masalah
dan VC biasanya tidak akan ikut campur.
15. Mengorbankan pelanggan demi profit
Paul menjelaskan bahwa membuat sesuatu yang diinginkan dan diperlukan
pengguna jauh lebih susah dan lebih penting daripada model bisnis —
untuk mendapat uang. Contohnya, Google membuat mesin pencari yang sangat
bermanfaat, setelah itu baru mereka memikirkan bagaimana menghasilkan
uang dari mesin pencari tersebut.
16. Tidak mau susah
Apabila Anda seorang founder yang memiliki latar belakang programmer,
sadarlah tidak semua hal bisa diselesaikan dengan kode-kode. Anda perlu
relasi untuk mengembangkan bisnis. Anda juga perlu bertemu langsung
dengan pengguna Anda untuk mengetahui apa yang mereka inginkan. Pergi
keluar dan bertemu langsung dengan mereka merupakan cara yang tepat
untuk mengetahui hal itu.
17. Konflik antar founder
Konflik antar founder merupakan hal umum yang terjadi, karena satu sama
lain memiliki pendapat yang berbeda. Hal ini terjadi di sejumlah
startup, dan biasanya founder yang kurang berkomitmen akan keluar. Jika
ada tiga founder dan salah satu yang memiliki peran utama keluar, hal
itu merupakan masalah besar. Sedangkan jika ada dua founder dan salah
satunya pergi, atau salah satu yang keahlian teknis keluar, itu
merupakan masalah yang lebih besar lagi.
Perselisihan ini bisa dihindari apabila mereka lebih berhati-hati dalam
memilih co-founder yang akan diajak mendirikan perusahaan. Paul
menyarankan jangan pernah mendirikan startup dengan orang yang tidak
Anda sukai. Memilihnya hanya lantaran memiliki kemampuan yang Anda
perlukan dan tidak ingin mencari yang lain, merupakan kesalahan besar.
Orang-orang itu merupakan bagian penting dari startup Anda, jadi jangan
pernah berkompromi.
18. Usaha setengah-setengah
Ini merupakan salah satu faktor utama kegagalan sebuah startup. Salah
satu cirinya bukanlah orang yang sering membuat kesalahan, tapi orang
yang tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Paul mengungkapkan secara statistik, jika ingin menghindari kegagalan,
hal utama yang perlu dilakukan adalah meninggalkan pekerjaan utama dan
fokus terhadap startup Anda. Sebagian startup gagal karena foundernya
tidak meninggalkan pekerjaan utama mereka, dan kebanyakan startup yang
sukses karena sang founder melakukannya.
Untuk lebih singkat Anda juga dapat melihat dan memahami 18 kesalahan di
atas dalam sebuah infografis yang dibuat oleh Funder and Founder,
sebuah perusahaan pembuat infografis.
Repost From http://id.techinasia.com/paul-graham-18-kesalahan-yang-dapat-membuat-startup-gagal-infografis/